Saturday, December 9, 2017

Memotret Photo Landscape Bromo Dengan iPhone

Bromo masih menjadi tempat favorit pencinta fotografi lansekap. Tidak hanya fotografer lokal, juga fotografer mancanegara.

Bromo seakan memiliki magnet, dengan keanggunannya, selalu seakan-akan "memamerkan" kemolekannya dengan berbagai macam view yang berbeda dari awal tahun sampai di penghujung tahun. Hal ini yang membuat para fotografer datang berkali-kali ke sana, juga saya.
Dan tahun Oktober 2013 kemarin adalah kali keberapa saya mengunjunginya.

Bromo merupakan bagian dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), terletak di tengah lembah dikelilingi oleh dataran tinggi di sekelilingnya, membuat Bromo bisa dilihat dari berbagai posisi.
Bisa diakses dari beberapa arah. Secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu dari arah Utara Pulau Jawa, dari Surabaya melalui Pasuruan atau Probolinggo.
Akses lain dari arah Selatan yaitu dari Malang melalui Tumpang.
  
"Bagaimana Memotret Photo Landscape Bromo Dengan iPhone" akan saya bahas lebih lanjut di link berikut: https://sambodofoto.blogspot.com/.

Shooting Date: 15.10.2013
Camera Model Name: #iPhone4














Sunday, December 3, 2017

Bajaj Oranye, Apa Kabarmu?



Bajaj oranye, yang selalu membuat penasaran ku akan bentuknya, kemana gerangan mereka mulai menghilang?
Tanpa tersadar perlahan mulai tergantikan oleh bajaj berwarna biru yang katanya lebih ramah lingkungan.

Sore itu di bulan Mei 2016, rasa penasaranku pun bertambah ketika melihat bajaj melintas di depanku sedang menarik menggandeng bajaj yang lain.

Rasa itu menggerakkan kakiku untuk mengejarnya. Ternyata berhenti di tikungan dekat sebuah pangkalan hansip.
Kudekati si abang supir yang terlihat berantakan dan berewokan itu. Ku meminta ijin untuk memoto bajaj tersebut.

Shooting Date: 28.05.2016
Camera Model Name: #iPhone5






Setelah selesai memoto dengan hape, kudekati si abang supir bajaj dan bertanya kenapa gerangan bajaj oranye sudah mulai sedikit jumlahnya.
Bang Brewok, begitu dia dipanggil, menjelaskan bahwa Perda DKI sudah melarang perpanjangan KIR dan ijin operasi mulai bulan Juni 2016. Dan bajaj-bajaj oranye akan dijual dibawa ke suatu tempat untuk dihancurkan.

Mendengar hal ini, ku pun tertarik untuk dapat mengunjungi "kuburan akhir" bajaj oranye ini.
Dan ku pun berjanji di akhir minggu untuk bertemu kembali dengan si Bang Brewok.





Dan Sabtu pagi ku pun bertemu dengan Bang Bewok. Ternyata kita harus ke rumah salah satu juragan bajaj untuk menarik bajaj lainnya. Bang Bewok ternyata mendapat upah untuk jumlah bajaj yang dibawa ke lokasi penghancuran bajaj.








Untuk menutup ongkos jalan dan mendapat hasil yang besar, Bang Bewok menggandeng bajaj menjadi 3 gandengan. Dengan cara melepas ban depan bajaj dan menyangkutkannya ke bajaj yang di depannya. Dan ternyata si Bewok tidak membawa kenek untuk membantu melakukan semua prosesnya. Jadilah aku kenek dadakan yang harus bantu mengangkat depan bajaj atau mendorongnya ketika gandengan bajaj ini mogok di salah satu fly over di rute perjalanan kita.







Ada beberapa lokasi pembongkaran bajaj di Jakarta. Kami menuju ke lokasi yang berada di Jakarta Barat.
Untuk mencapai ke sana kami melalui jalan Casablanca dan mendaki beberapa flyover.

Sesampainya di lokasi "kuburan akhir" bajaj, banyak sekali bajaj yang mengantri untuk "dibantai", dipreteli diambil onderdil dan mesinnya.




















Tidak semua bajaj ternyata dipretelin untuk diambil komponennya. Istilah mereka dikanibal.
Bajaj utuh pun masih ada yang dijual ke kolektor yang ingin menyimpannya di rumah-rumah mereka atau pemilik restauran yang ingin memajangnya di restauran mereka, atau malah di bawa ke daerah untuk menjadi angkutan pertanian di desa.

Sebagian besar bajaj di Jakarta sudah digantikan dengan bajaj biru baru yang lebih ramah lingkungan.

Bajaj oranye, apa kabarmu sekarang?



Di bawah ini beberapa foto dari account Instagram saya Simply Sam, yang difoto menggunakan kamera analog.







+Sambodo MSR


Tuesday, November 28, 2017

Mengintip Pameran Memories of Peru



Sabtu akhir pekan kemarin, sengaja menyempatkan mampir ke Galeri Nasional yang berada di Gambir untuk melihat pameran foto yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Peru (The Embassy  of Peru in Indonesia) bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Ministry of Foreign Affairs of Peru dan Galeri Nasional Indonesia.

Melalui pameran foto dengan tema "Memories of Peru: Photos from 1890-1950", Pemerintahan Peru melalui Kedutaan Peru di Indonesia berupaya memperkenalkan  kebudayaan dan alam Peru melalui karya-karya fotografi dari kurun waktu tahun 1890-1950.
Pameran foto dari karya beberapa fotografer berbakat pada masa itu antara lain: Max T. Vargas, Martin Chambi, Carlos and Miguel Vargas (Vargas Brothers), Juan Manuel Figueroa Aznar, Sebastian Rodriguez, Baldemero Alejos atau pun Walter O. Runcie dan banyak fotografer lainnya.
Dan beberapa karya foto yang dipamerkan tidak diketahui siapa yang memotret (anonymous).

Pameran berlangsung dari tanggal 22 Nopember - 14 Desember 2017.
Setiap hari buka dari jam 10 pagi hingga jam 6 sore.
Berada di Gedung C, Galeri Nasional Indonesia.
Location by google Maps klik tautan di bawah ini:
National Gallery of Indonesia

Buat saya sebagai pecinta fotografi, foto lawas (semua foto hitam putih) yang difoto pada kurun waktu tersebut sangat mempertimbangkan cahaya dan detail-detail foto.
Walau karya foto yang ditampilkan hanya repro dari karya aslinya, tetap terlihat sekali kontras gelap terang dan kedalaman foto. Banyak foto yang memiliki "jiwa" dari subyek yang difoto.

Melalui pameran foto ini, walau masih terbatas jumlah foto yang dipamerkan, sudah cukup untuk menggambarkan kondisi alam, kebudayaan dan Peruvian (sebagaimana masyarakat Peru disebut). Tidak gampang mengumpulkan banyak foto-foto dan merepronya kembali untuk dipamerkan.

Sayang pameran tersebut lebih banyak dikunjungi oleh muda-mudi yang ingin berfoto selfie di akhir pekan dengan latar belakang pameran foto.
Semoga dengan tulisan ini banyak pemerhati dan pencinta foto datang dan mengunjungi foto ini. 
Pameran yang bagus untuk dijadikan acuan bagi pencinta fotografi, khususnya di Indonesia. 

Shooting Date: 25.11.2017
Camera Model Name: #iPhone5s





Charles Kroehle | "Indian Lorenzo", Mayor River, Pasco 1890 (left).
Charles Kroehle | "Campa", Paleazu River, Pasco 1890 (left).



Max T. Vargas | "Maria Antonieta Gibson" (1909)
Juan Minueal Figueroa Aznar | "Ulbadina YΓ‘bar", Paucartambo, Cusco (1908)
Max T. Vargas | "Boat man", Lake Titicaca, Puno (1908)


Juan Manuel Figueroa Aznar

Carlos Y Miguel Vargas | "Helba Haura (Queechua Princess in Dance of War)" (1924)




Carlos Y Miguel Vargas






Manuel Jesus Glave

Manuel Jesus Glave | "Public School", Juli, Puno (1928).

Walter O. Runcie  - Left

Horacio Ochoa | "Young Lovers", Cusco (1945).


Martin Chambi | "Ezequiel Arce and His Potato Harvest", Cusco (1939).








Anonymous | "Procession of the Lord of Miracles", Lima (1935) - Top
Ruben Quevedo | "First Car in Ayabaca: Procession of Santa Teresa to Apease Neighbors Scared of the Vehicle", Piura (1935) - Middle
Ruben Quevedo | "Visit of Judge Ramon Lopez Lavalle (sitting with scarf) to the peasant community of Cumbicus", Ayabaca, Piura (1932) - Bottom


Walter O. Runcie | "Aerial View of Sacsayhuaman Inca Ruins and the City of Cusco", Cusco (1931)


Sebastian Rodriguez | "Worker of the Main Entrance of the San Cristobal Mine", Morococha, Junin (1930)






Martin Chambi | "Peasant in the Tribunal", Cusco (1929).










Carlos Y Miguel Vargas | "Women Gathering Wool", Arequipa (1915)






Anonymous | "Llamas in the courtyard of the Stafford House", Arequipa (1910)




Max T. Vargas | "Boat man", Lake Titicaca, Puno (1908)









+ Sambodo